KISAH MAMA YANG TERMULIA
Sunday, January 22, 2012
By
My Profile
0
comments
Mungkin
artikel ini bukan berasal dari kisah nyata, namun cukup mengharukan untuk
dibaca dan diresapi tentang perjuangan seorang mama kepada anak tunggalnya.
Artikel ini didapatkan dari facebook, silahkan membaca dan renungi nilai yang
terkandung di dalamnya.
Alkisah, ada
sepasang kekasih yang saling mencintai. Sang pria berasal dari keluarga kaya,
dan merupakan orang yang terpandang di kota tersebut. Sedangkan sang wanita
adalah seorang yatim piatu, hidup serba kekurangan, tetapi cantik, lemah
lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah yang membuat sang pria jatuh hati.
Sang wanita
hamil di luar nikah. Sang pria lalu mengajaknya menikah, dengan membawa sang
wanita ke rumahnya. Seperti yang sudah mereka duga, orang tua sang pria tidak
menyukai wanita tsb. Sebagai orang yang terpandang di kota tsb, latar belakang
wanita tsb akan merusak reputasi keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan telah
mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang pria berusaha menyakinkan
orang tuanya, bahwa ia sudah menetapkan keputusannya, apapun resikonya bagi
dia.
Sang wanita
merasa tak berdaya, tetapi sang pria menyakinkan wanita tsb bahwa tidak ada
yang bisa memisahkan mereka. Sang pria terus berargumen dengan orang tuanya,
bahkan membantah perkataan orangtuanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya
selama hidupnya (di zaman dulu, umumnya seorang anak sangat tunduk pada orang
tuanya).
Sebulan
telah berlalu, sang pria gagal untuk membujuk orang tuanya agar menerima calon
istrinya. Sang orang tua juga stress karena gagal membujuk anak satu-satunya,
agar berpisah dengan wanita tsb, yang menurut mereka akan sangat merugikan masa
depannya.
Sang pria
akhirnya menetapkan pilihan untuk kimpoi lari. Ia memutuskan untuk meninggalkan
semuanya demi sang kekasih. Waktu keberangkatan pun ditetapkan, tetapi rupanya
rencana ini diketahui oleh orang tua sang pria. Maka ketika saatnya tiba, sang
ortu mengunci anaknya di dalam kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di
rumahnya yang besar.
Sebagai
gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah ditentukan sepasang
kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita sangat terkejut dengan kedatangan
ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon pengertian dari sang wanita,
agar meninggalkan anak mereka satu-satunya.
Menurut
mereka, dengan perbedaan status sosial yang sangat besar, perkimpoian mereka
hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota, reputasi anaknya akan
tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang akan
diwariskan kepada anak mereka akan bangkrut secara perlahan2.
Mereka
bahkan memberikan uang dalam jumlah banyak, dengan permohonan agar wanita tsb
meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan anaknya lagi, dan menggugurkan
kandungannya. Uang tsb dapat digunakan untuk membiayai hidupnya di tempat lain.
Sang wanita
menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar bahwa perbedaan status
sosial yang sangat jauh, akan menimbulkan banyak kesulitan bagi kekasihnya.
Akhirnya, ia setuju untuk meninggalkan kota ini, tetapi menolak untuk menerima
uang tsb. Ia mencintai sang pria, bukan uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar,
jalan hidupnya ke depan akan sangat sulit?.
Ibu sang
pria kembali memohon kepada wanita tsb untuk meninggalkan sepucuk surat kepada
mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih berpisah dengan sang pria. Ibu sang
pria kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan tidak mau meneruskan
usaha orang tuanya. “Walaupun ia kelak bukan suamimu, bukankah Anda ingin
melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini adalah untuk kebaikan kalian
berdua”, kata sang ibu.
Dengan berat
hati, sang wanita menulis surat. Ia menjelaskan bahwa ia sudah memutuskan untuk
pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa keberadaannya hanya akan merugikan
sang pria. Ia minta maaf karena telah melanggar janji setia mereka berdua,
bahwa mereka akan selalu bersama dalam menghadapi penolakan2 akibat perbedaan
status sosial mereka. Ia tidak kuat lagi menahan penderitaan ini, dan
memutuskan untuk berpisah.
Tetesan air
mata sang wanita tampak membasahi surat tersebut.
Sang wanita
yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia terjebak antara moral dan
cintanya. Sang wanita segera meninggalkan kota itu, sendirian. Ia menuju sebuah
desa yang lebih terpencil. Disana, ia bertekad untuk melahirkan dan membesarkan
anaknya.
=====================================================
Tiga tahun
telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi seorang ibu. Anaknya
seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam, untuk membiayai
kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di sebuah industri rumah
tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga dan menyulam sesuai dengan
pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melakukan semua pekerjaan ini sambil
menggendong anak di punggungnya.
Walaupun ia
cukup berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain tidak memungkinkan,
karena ia harus berada di sisi anaknya setiap saat. Tetapi sang ibu tidak
pernah mengeluh dengan pekerjaannya…
Di usia tiga
tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya sangat tinggi. Ia
segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb harus menginap di rumah sakit
selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah menguras habis seluruh tabungan
dari hasil kerja kerasnya selama ini, dan itupun belum cukup. Ibu tsb akhirnya
juga meminjam ke sana-sini, kepada siapapun yang bermurah hati untuk memberikan
pinjaman.
Saat
diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat sup ramuan, untuk
mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari obat2 herbal dan
daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya mampu membeli obat2
herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun lagi untuk membeli daging. Untuk
meminjam lagi, rasanya tak mungkin, karena ia telah berutang kepada semua orang
yang ia kenal, dan belum terbayar.
Ketika di
rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa, untuk mendapatkan
daging. Toko daging di desa tsb telah menolak permintaannya, untuk bayar di
akhir bulan saat gajian.
Diantara
tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari alkohol yang ada di rumahnya,
sebilah pisau dapur, dan sepotong kain. Setelah pisau dapur dibersihkan dengan
alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat daging dari pahanya. Agar tidak
membangunkan anaknya yang sedang tidur, ia mengikat mulutnya dengan sepotong
kain. Darah berhamburan. Sang ibu tengah berjuang mengambil dagingnya sendiri,
sambil berusaha tidak mengeluarkan suara kesakitan yang teramat sangat?..
Hujan
lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan kesakitan sang ibu tidak
terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya sendiri. Tampaknya langit
juga tersentuh dengan pengorbanan yang sedang dilakukan oleh sang ibu ………… .
=====================================================
Enam tahun
telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang tampan, cerdas, dan
berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di hari minggu, mereka sering
pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama, dan bersama2 menyanyikan lagu
“Shi Sang Chi You Mama Hau” (terjemahannya “Di Dunia ini, hanya ibu seorang
yang baik”).
Sang anak
juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai penjaga toko, karena ia
sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari.
Hari2 mereka
lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak terkadang memaksa
ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu ibunya
masih menyuci di malam hari, karena perlu tambahan biaya untuk sekolahnya. Ia
memang seorang anak yang cerdas.
Ia juga
tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia berniat membelikan sebuah
jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama ini. Ibunya pernah mencobanya
di sebuah toko, tetapi segera menolak setelah pemilik toko menyebutkan
harganya. Jam tangan itu sederhana, tidak terlalu mewah, tetapi bagi mereka,
itu terlalu mahal. Masih banyak keperluan lain yang perlu dibiayai.
Sang anak
segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari rumahnya. Ia meminta kepada
kakek pemilik toko agar menyimpan jam tangan tsb, karena ia akan membelinya
bulan depan. “Apakah kamu punya uang?” tanya sang pemilik toko. “Tidak
sekarang, nanti saya akan punya”, kata sang anak dengan serius.
Ternyata,
bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam tangan tsb. Sang kakek
juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2.
Ketika
menyerahkan uangnya, sang kakek bertanya “Dari mana kamu mendapatkan uang itu?
Bukan mencuri kan?”. “Saya tidak mencuri, kakek.
Hari ini
adalah hari ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke
sekolah. Selama sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke
rumah, uang jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini. Kakiku
sakit, tapi ini semua untuk ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku tentang hal ini.
Ia akan marah” kata sang anak. Sang pemilik toko tampak kagum pada anak tsb.
Seperti
biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang anak segera memberikan
ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan tsb. Sang ibu terkejut
bercampur haru, ia bangga dengan anaknya. Jam tangan ini memang adalah
impiannya. Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang untuk membeli jam
tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.
“Apakah kamu
mencuri, Nak?” Sang anak diam seribu bahasa, ia tidak ingin ibu mengetahui
bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut.
Setelah
ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya telah
mencuri. “Walaupun kita miskin, kita tidak boleh mencuri. Bukankah ibu sudah
mengajari kamu tentang hal ini?” kata sang ibu.
Lalu ibu
mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu sayang pada anaknya, ia
harus mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak menangis, sedangkan air mata sang
ibu mengalir keluar. Hatinya begitu perih, karena ia sedang memukul belahan
hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi kebaikan anaknya.
Suara
tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju ke rumah tsb heran,
dan kemudian prihatin setelah mengetahui kejadiannya. “Ia sebenarnya anak yang
baik”, kata salah satu tetangganya.
Kebetulan
sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke rumah salah satu tetangganya
yang merupakan familinya.
Ketika ia
keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu. Ketika mengetahui
persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk menjelaskan. Tetapi tiba2
sang anak berlari ke arah pemilik toko, memohon agar jangan menceritakan yang
sebenarnya pada ibunya.
“Nak,
ketahuilah, anak yang baik tidak boleh berbohong, dan tidak boleh
menyembunyikan sesuatu dari ibunya”. Sang anak mengikuti nasehat kakek itu.
Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2 muncul di tokonya
sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam tangan tsb, dan sebulan
kemudian akan membelinya. Anak itu muncul siang tadi di tokonya, katanya hari
ini adalah hari ulang tahun ibunya. Ia juga menceritakan bagaimana sang anak
berjalan kaki dari sekolahnya pulang ke rumah dan tidak jajan di sekolah selama
sebulan ini, untuk mengumpulkan uang membeli jam tangan kesukaan ibunya.
Tampak sang
kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan hal tsb, begitu pula dengan
tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak kesayangannya, keduanya menangis
dengan tersedu-sedu.”Maafkan saya, Nak.”
“Tidak Bu, saya
yang bersalah”………….. ..
=====================================================
Sementara
itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, tetapi istrinya mandul. Mereka
tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan hal ini, karena tidak akan ada
yang mewarisi usaha mereka kelak.
Ketika sang
ibu dan anaknya berjalan2 ke kota, dalam sebuah kesempatan, mereka bertemu
dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah baru menyadari bahwa sebenarnya ia
sudah punya anak dari darah dagingnya sendiri. Ia mengajak mereka berkunjung ke
rumahnya, bersedia menanggung semua biaya hidup mereka, tetapi sang ibu
menolak. Kami bisa hidup dengan baik tanpa bantuanmu.
Berita ini
segera diketahui oleh orang tua sang pria. Mereka begitu ingin melihat cucunya,
tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan.
=====================================================
Di
pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter mengatakan bahwa
penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang konsisten. Kalau kambuh
lagi, akan membahayakan jiwanya.
Keuangan
sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. Tetapi biaya medis
tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya.
Sang ibu
kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan solusi yang tepat. Satu2nya
jalan keluar adalah menyerahkan anaknya kepada sang ayah, karena sang ayahlah
yang mampu membiayai perawatannya.
Maka di hari
Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya berkeliling kota, bermain2 di
taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, menyanyikan lagu “Shi Sang Chi
You Mama Hau”, lagu kesayangan mereka. Untuk sejenak, sang ibu melupakan semua
penderitaannya, ia hanyut dalam kegembiraan bersama sang anak.
Sepulang ke
rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada sang anak. Sang anak menolak untuk
tinggal bersama ayahnya, karena ia hanya ingin dengan ibu. “Tetapi ibu tidak
mampu membiayai perawatan kamu, Nak” kata ibu. “Tidak apa2 Bu, saya tidak perlu
dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar
nanti, saya akan cari banyak uang untuk biaya perawatan saya dan untuk ibu.
Nanti, ibu tidak perlu bekerja lagi, Bu”, kata sang anak. Tetapi ibu memaksa
akan berkunjung ke rumah sang ayah keesokan harinya. Penyakitnya memang bisa
kambuh setiap saat.
Disana ia
diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya sangat senang melihat anak
imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang anak meronta2 ingin ikut
pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainan kesukaan sang anak, yang tidak
pernah ia peroleh saat bersama ibunya, sang anak menolak. “Saya ingin Ibu, saya
tidak mau mainan itu”, teriak sang anak dengan nada yang polos. Dengan hati
sedih dan menangis, sang ibu berkata “Nak, kamu harus dengar nasehat ibu.
Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan nenek akan bermain bersamamu.” “Tidak, aku
tidak mau mereka. Saya hanya mau ibu, saya sayang ibu, bukankah ibu juga sayang
saya? Ibu sekarang tidak mau saya lagi”, sang anak mulai menangis.
Bujukan demi
bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb tidak didengarkan anak kecil
tsb. Sang anak menangis tersedu2 “Kalau ibu sayang padaku, bawalah saya pergi,
Bu”. Sampai pada akhirnya, ibunya memaksa dengan mengatakan “Benar, ibu tidak
sayang kamu lagi. Tinggallah disini”, ibunya segera lari keluar meninggalkan
rumah tsb. Tampak anaknya meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.
Di rumah,
sang ibu kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu menyayat hati, ia telah
berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan menjenguk anaknya, tetapi
mereka berjanji akan merawat anaknya dengan baik. Diantara isak tangisnya, ia
tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah kehilangan satu2nya alasan untuk
hidup, anaknya tercinta.
Kemudian ibu
yang malang itu mengambil pisau dapur untuk memotong urat nadinya. Tetapi saat
akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya mungkin tidak akan diperlakukan dengan
baik. Tidak, ia harus hidup untuk mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan
baik. Segera, niat bunuh diri itu dibatalkan, demi anaknya juga………. ..
=====================================================
Setahun
berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, mendapatkan kerja yang lebih
baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun tetap menjalani perawatan medis
secara rutin setiap bulan.
Seperti
biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya.
Uang pun
dapat ia peroleh dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah mengumpulkannya.
Maka, pada hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang ke rumah, ia segera
naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang memakan waktu beberapa jam.
Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk surat yang menyatakan ia
setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu ucapan selamat ulang tahun, dan nilai
ujian yang sangat bagus. Ia akan memberikan semuanya untuk ibu.
Sang anak
berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Tetapi ketika
sampai di rumah, ia mendapati rumah ini telah kosong. Tetangga mengatakan
ibunya telah pindah, dan tidak ada yang tahu kemana ibunya pergi. Sang anak
tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di depan rumah tsb, menangis “Ibu benar2
tidak menginginkan saya lagi.”
Sementara itu,
keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat pulang ke
rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan semuanya sudah pulang.
Semua tempat sudah dicari, tetapi tidak ada kabar.
Mereka
panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat terkejut. Polisi pun
dihubungi untuk melaporkan anak hilang.
Ketika sang
ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini adalah hari
ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya. Anaknya mungkin pulang ke
rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera naik mobil menuju rumah tsb.
Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu ulang tahun, setangkai bunga, nilai
ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang ibu tidak mampu menahan
tangisannya, saat membaca tulisan2 imut anaknya dalam surat itu.
Hari mulai
gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa mendapatkan petunjuk
apapun. Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu membakar dupa, berlutut di
hadapan altar Dewi Kuan Im, sambil menangis ia memohon agar bisa menemukan
anaknya.
Seperti
mendapat petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya pernah pergi ke
sebuah kuil Kuan Im di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa bila kamu
memerlukan pertolongan, mohonlah kepada Dewi Kuan Im yang welas asih. Dewi Kuan
Im pasti akan menolongmu, jika niat kamu baik.
Ibunya
memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon agar bisa
bertemu dengan dirinya.
Benar saja,
ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia pingsan, demamnya tinggi sekali.
Sang ayah segera menggendong anaknya untuk dilarikan ke rumah sakit. Saat
menuruni tangga kuil, sang ibu terjatuh dari tangga, dan berguling2 jatuh ke
bawah………. ..
=====================================================
Sepuluh
tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki bangku kuliah. Ia sering
beradu mulut dengan ayah, mengenai persoalan ibunya. Sejak jatuh dari tangga,
ibunya tidak pernah ditemukan. Sang anak telah banyak menghabiskan uang untuk
mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya nihil.
Siang itu,
seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan teman
wanitanya. Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di persimpangan
sebuah jalan, ia melihat seorang wanita tua yang sedang mengemis. Ibu tsb
terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak pernah melihat wanita itu
sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak berkomat-kamit.
Di dorong
rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan turun bersama pacar untuk
menghampiri pengemis tua itu. Ternyata sang pengemis tua sambil mengacungkan
kaleng kosong untuk minta sedekah, ia berucap dengan lemah “Dimanakah anakku?
Apakah kalian melihat anakku?”
Sang anak
merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa disadari, ia segera menyanyikan lagu “Shi
Sang Ci You Mama Hau” dengan suara perlahan, tak disangka sang pengemis tua
ikut menyanyikannya dengan suara lemah. Mereka berdua menyanyi bersama. Ia
segera mengenal suara ibunya yang selalu menyanyikan lagu tsb saat ia kecil,
sang anak segera memeluk pengemis tua itu dan berteriak dengan haru “Ibu? Ini
saya ibu”.
Sang pengemis
tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, lalu bertanya, “Apakah kamu
??..(nama anak itu)?” “Benar bu, saya adalah anak ibu?”.
Keduanya pun
berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur membasahi bumi …………… .
Karena jatuh
dari tangga, sang ibu yang terbentur kepalanya menjadi hilang ingatan, tetapi
ia setiap hari selama sepuluh tahun terus mencari anaknya, tanpa peduli dengan
keadaaan dirinya. Sebagian orang menganggapnya sebagai orang gila.
=====================================================
Perenungkan
untuk kita renungkan bersama-sama:_
Dalam
kondisi kritis, Ibu kita akan melakukan apa saja demi kita. Ibu bahkan rela
mengorbankan nyawanya.. Simaklah penggalan doa keputusasaan berikut ini, di
saat Ibu masih muda, ataupun disaat Ibu sudah tua :
1. Anakku
masih kecil, masa depannya masih panjang. Oh Tuhan, ambillah aku sebagai
gantinya.
2. Aku sudah
tua, Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.
Diantara
orang2 disekeliling Anda, yang Anda kenal, Saudara/I kandung Anda, diantara
lebih dari 6 Milyar manusia, siapakah yang rela mengorbankan nyawanya untuk
Anda, kapan pun, dimana pun, dengan cara apapun ………..
Tidak diragukan lagi “Ibu kita adalah Orang Yang
Paling Mulia di dunia ini”
0 comments: